Potensi Kain Tenun Tanimbar Hingga ke Luar Negeri
Pada
Thursday, November 23, 2017
Edit
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM – Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang beragam dan kaya akan budaya. Salah satunya yaitu melalui Kain Tenun. Tidak kalah dengan daerah lain di Indonesia Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) juga mewarisi seni menenun ini.
Menurut Ny. Hery Dian Dwiharto, Ketua Bhayangkari Cabang Maluku Tenggara Barat (MTB) Kepulauan Tanimbar memiliki kain tenun yang indah, dengan motif yang beragam yaitu Motif Sair, Motif Tunis, Motif Matantur, Motif Bunga Anggrek, Motif Wulan Lihir, Motif Eman Matan Lihir dan Motif Ulerati, yang memiliki cerita adatnya masing-masing.
“Motif kain tenun di Tanimbarkan banyak, mulai dari Selaru ke pulau Fordata itukan berbeda-beda” kata Ny. Hery di sela-sela pengambilan video yang berkaitan dengan kerajinan tenun ikat dan ukir-ukiran, yang bertempat di Sanggar Natar Sere, Desa Tumbur, Kecamatan Wertamrian pada Senin (20/11).
Ia menuturkan bahwa masyarakat Tanimbar harus bangga dengan adanya tradisi ini, karena kain tenun ikat tanimbar ini sudah dipromosikan ke luar negeri, salah satunya diikutsertakan pada Wastra Nusantara yang bertempat di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, Jepang pada awal april 2017 lalu.
“Wastra Indonesia itu kan tentang kain, dimana untuk memperkenalkan keindahan tenun Tanimbar ke dunia, melalui disainer Wignyo Rahadi dan Chossy. Dengan salah satu motif yang paling dicari dan terkenal disini adalah Motif Ulerati. Motif ini adalah motif klasik tersulit yang sarat makna dan nilai filosofinya,” jelas dia.
Dikatakan sanggar-sanggar seperti ini sudah susah ditemukan. Sehingga harus ada dukungan dari semua pihak, terutama dari pemerintah daerah yang berperan besar memberdayakan potensi tradisi ini.
“Sanggar seperti ini harus lebih ditingkatkan lagi, soalnya untuk mencari sanggar yang dipimpin seperti Ibu Olifa Reresi ini sangat susah. Sebab beliau paling ahli menenun dan saya sulit mendapatkan orang-orang seperti ibu Olif,” ungkap dia.
Selain sudah mulai jarangnya sanggar-sanggar menenun, ia juga menilai generasi muda Tanimbar yang ada di MTB kurang berminat dalam seni menenun.
“Mungkin karena kebanyakan orang beranggapan tenun itu kebiasaan yang sudah ketinggalan jaman. Padahal kalau bisa dicampur dengan trend saat ini, kan jadinya kain tenun moderen. Sementara orang-orang luar negeri sukanya yang klasik-klasik,” ungkap dia.
Dia berharap pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif punya tanggung jawab besar untuk lebih mempromosikan tenun Tanimbar ini.
“Harapan saya sanggar ini akan menjadi besar karena bantuan pemerintah yang bekerjasama dalam mempromosikan potensi ini, karena hal yang paling dikeluhkan penenun saaat ini adalah masalah pemasarannya” tutup dia. (Laura Sobuber)