Maluku Teratas dalam Indeks Demokrasi, Kebahagiaan dan Kerukunan Beragama
Pada
Thursday, December 14, 2017
Edit
SAUMLAKI, LELEMUKU – Provinsi Maluku memiliki prestasi yang luar biasa dalam beberapa ranking indeks kesejahteraan dan kemasyarakatan se Indonesia. Menurut Gubernur Maluku, Said Assagaff, hal ini harus dijadikan motivasi dalam meningkatkan kehidupan bermasyarakat di provinsi kepulauan ini.
“Dalam rangka katong membangun Maluku yang aman, Maluku yang rukun, Maluku yang damai, Maluku yang religious, Maluku yang berkualitas dan Maluku yang berdemokratis, kita sudah memiliki banyak hal yang dapat dibanggakan,” ujar Gubernur Said saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pengawas, Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah SMA/SMK di Kabupaten MTB di Gedung Natar Kaumpu pada Selasa (12/12).
Ia menyatakan bahwa dalam beberapa ranking indeks diantaranya Indeks Demokrasi, Indeks Kebahagiaan dan Indeks Kerukunan Hidup Beragama, Provinsi Maluku berada dalam peringkat atas.
“Sekarang ini Index Demokrasi Indonesia kita di Maluku paling tinggi nomor satu, Index Kebahagiaan di Indonesia kita di Maluku nomor dua, Index Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia kitong di Maluku nomor tiga. Oleh majalah tempo diam-diam mereka survey di seluruh Indonesia, Maluku sekarang ini masuk 12 besar provinsi terbaik di Indonesia,” ujar dia.
Sembari menyatakan, salah satu prestasi yakni Indeks Kerukunan Beragama akan ditingkatkan sebab potensi untuk menjadikan Maluku sebagai provinsi yang hidup rukun meski berbeda agama dan kepercayaan sangatlah besar.
“Saya sudah bilang Menteri Agama, nanti di tahun 2019 kami akan berupaya agar Index Kerukunan Hidup Beragama di Maluku harus menjadi nomor satu,” ujar dia.
Gubernur juga menyatakan penilaian indeks kemiskinan di Indonesia terhadap Maluku, masih kurang tepat.
“Karena itu beta selalu kritik BPS yang bilang kitong miskin no 4 di Indonesia. Tidak ada busung lapar di Maluku, masa katong masuk urutan ke 4 miskin,” ucap Said
Dikatakan indikator untuk mengukur miskin tidaknya sebuah wilayah di Indonesia Timur dinilai masih salah kaprah, sebab cara konsumsi warga Indonesia Timur kebanyakan berbeda dengan masyarakat di Indonesia Barat.
“Salah satu indikator yang digunakan BPS berkaitannya ke masyarakat, dalam 1 minggu makan daging berapa kali, inikan indicator yang salah untuk kita di wilayah timur. Orang disini tidak makan daging, kitong makan ikan protein ikan disini jauh lebih tinggi dari daging,” papar dia.
Sementara itu, dikatakan bahwa banyak orang yang masih salah kaprah dengan konsumsi ikan yang banyak, sebab dianggap sebagai sumber penyakit, hal yang sudah ditanamkan sejak zaman penjajahan.
“Kita saat ini mejadi manusia yang berguna karena makan ikan. Jaman dulu Jepang bilang kalau kitong ketika kecil mo makan ikan banyak, orang tua bilang jangan makan ikan banyak nanti perut cacingan. Orang tua kita dibikin bodok, supaya ikan-ikan itu dikirim ke Jepang sehingga mereka menjadi pintar sedangkan kita tidak,” kisah Gubernur Assagaf.
Selanjutnya warga Indonesia timur lebih banyak mengkonsumsi umbi-umbian, jagung dan sagu sebagai makanan pokok dibandingkan beras yang telah menjadi standar di Indonesia Barat.
“Supaya katong pung anak-anak semua sehat, dalam 1 minggu makan nasi berapa kali. Sementara di wilayah kita yang orangnya tidak makan nasi, orang masih makan umbi-umbian, makan sagu, makan jagung. Itu karbohidrat semua, lebih bagus karbohidratnya daripada nasi, malah sekarang kecenderungan pemerintah kita batasi beras,” jelas Said. (Albert Batlayeri)
“Dalam rangka katong membangun Maluku yang aman, Maluku yang rukun, Maluku yang damai, Maluku yang religious, Maluku yang berkualitas dan Maluku yang berdemokratis, kita sudah memiliki banyak hal yang dapat dibanggakan,” ujar Gubernur Said saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pengawas, Kepala Sekolah, Guru dan Komite Sekolah SMA/SMK di Kabupaten MTB di Gedung Natar Kaumpu pada Selasa (12/12).
Ia menyatakan bahwa dalam beberapa ranking indeks diantaranya Indeks Demokrasi, Indeks Kebahagiaan dan Indeks Kerukunan Hidup Beragama, Provinsi Maluku berada dalam peringkat atas.
“Sekarang ini Index Demokrasi Indonesia kita di Maluku paling tinggi nomor satu, Index Kebahagiaan di Indonesia kita di Maluku nomor dua, Index Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia kitong di Maluku nomor tiga. Oleh majalah tempo diam-diam mereka survey di seluruh Indonesia, Maluku sekarang ini masuk 12 besar provinsi terbaik di Indonesia,” ujar dia.
Sembari menyatakan, salah satu prestasi yakni Indeks Kerukunan Beragama akan ditingkatkan sebab potensi untuk menjadikan Maluku sebagai provinsi yang hidup rukun meski berbeda agama dan kepercayaan sangatlah besar.
“Saya sudah bilang Menteri Agama, nanti di tahun 2019 kami akan berupaya agar Index Kerukunan Hidup Beragama di Maluku harus menjadi nomor satu,” ujar dia.
Gubernur juga menyatakan penilaian indeks kemiskinan di Indonesia terhadap Maluku, masih kurang tepat.
“Karena itu beta selalu kritik BPS yang bilang kitong miskin no 4 di Indonesia. Tidak ada busung lapar di Maluku, masa katong masuk urutan ke 4 miskin,” ucap Said
Dikatakan indikator untuk mengukur miskin tidaknya sebuah wilayah di Indonesia Timur dinilai masih salah kaprah, sebab cara konsumsi warga Indonesia Timur kebanyakan berbeda dengan masyarakat di Indonesia Barat.
“Salah satu indikator yang digunakan BPS berkaitannya ke masyarakat, dalam 1 minggu makan daging berapa kali, inikan indicator yang salah untuk kita di wilayah timur. Orang disini tidak makan daging, kitong makan ikan protein ikan disini jauh lebih tinggi dari daging,” papar dia.
Sementara itu, dikatakan bahwa banyak orang yang masih salah kaprah dengan konsumsi ikan yang banyak, sebab dianggap sebagai sumber penyakit, hal yang sudah ditanamkan sejak zaman penjajahan.
“Kita saat ini mejadi manusia yang berguna karena makan ikan. Jaman dulu Jepang bilang kalau kitong ketika kecil mo makan ikan banyak, orang tua bilang jangan makan ikan banyak nanti perut cacingan. Orang tua kita dibikin bodok, supaya ikan-ikan itu dikirim ke Jepang sehingga mereka menjadi pintar sedangkan kita tidak,” kisah Gubernur Assagaf.
Selanjutnya warga Indonesia timur lebih banyak mengkonsumsi umbi-umbian, jagung dan sagu sebagai makanan pokok dibandingkan beras yang telah menjadi standar di Indonesia Barat.
“Supaya katong pung anak-anak semua sehat, dalam 1 minggu makan nasi berapa kali. Sementara di wilayah kita yang orangnya tidak makan nasi, orang masih makan umbi-umbian, makan sagu, makan jagung. Itu karbohidrat semua, lebih bagus karbohidratnya daripada nasi, malah sekarang kecenderungan pemerintah kita batasi beras,” jelas Said. (Albert Batlayeri)