Blok Masela Jadi Proyek Gas Andalan Masa Depan Indonesia
Pada
Saturday, July 7, 2018
Edit
WASHINGTON, LELEMUKU.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan menyatakan Blok Masela jadi satu dari dua proyek gas andalan masa depan yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini diungkapkan saat ia menjadi pembicara Kunci dalam Konferensi Gas Dunia ke-27 atau 27th World Gas Conference (WGC) di Walter E. Washington Convention Center, Washington DC, Amerika Serikat pada 27 Juni 2018.
"Indonesia baru saja sepakat mengembangkan lapangan gas besar di Selat Makassar yaitu Indonesia Deepwater Development (IDD) oleh Chevron dan Blok Masela oleh Inpex dan Shell. Prediksi (IEA) tersebut mungkin belum mempertimbangkan hadirnya dua proyek besar ini," tutur Jonan dalam diskusi bertajuk What Next for The Asia Pasific Gas Market tersebut.
Menurut rilis dari KemenESDM tersebut, Jonan menilai Proyek IDD Chevron dan pengembangan lapangan Abadi di Blok Masela adalah dua proyek gas raksasa yang masuk dalam proyek strategis nasional.
"Dari Blok Masela dan proyek laut dalam (IDD) di lapangan Gendalo dan Gehem, Selat Makasar, Indonesia bisa mendapat tambahan pasokan gas yang cukup besar," ujar dia.
Jonan menjelaskan permintaan gas di Asia akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi terutama di Cina, India, Korea Selatan, termasuk Indonesia. Bahkan untuk kawasan ASEAN diperkirakan pada periode 2017 - 2035, dari kapasitas daya tambahan yang diperkirakan akan mencapai 270 Giga Watt (GW), 49 GW diantaranya akan disuplai dari gas.
"Di Indonesia, gas telah mengambil peran penting, dimana porsi gas dalam bauran energi akan meningkat menjadi 22 persen pada tahun 2025 dan 24% pada 2050. Saat ini, sekitar 62 persen gas Indonesia digunakan untuk domestik dengan sektor listrik dan industri sebagai konsumen gas terbesar, selain digunakan sebagai bahan baku dalam industri pupuk, LNG domestik, lifting, gas kota dan transportasi," ungkap Menteri Jonan.
Menanggapi pertanyaan yang diutarakan moderator Nobuo Tanaka, yang juga merupakan Chairman The Sasakawa Peace Foundation dan mantan Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) terkait prediksi Indonesia menjadi importir gas mulai 2040, Menteri ESDM menyatakan bisa jadi hal tersebut benar, tetapi perlu dicatat bahwa Indonesia kini memiliki dua buah proyek gas andalan masa depan.
Walaupun kebutuhan gas domestik nantinya dapat terpenuhi dari produksi nasional, lebih lanjut Jonan menyampaikan, Pemerintah Indonesia bukanlah pemerintah yang anti impor gas. "Apabila produsen gas lokal tidak efisien dan memberikan harga yang mahal, maka pemerintah akan membuka keran impor," pungkasnya.
Selain Jonan, pembicara dalam forum ini antara lain Yalan Li, Chairperson of the Board of Directors Beijing Gas Group, Executive Vice President dan CEO Upstream PETRONAS Anuar Taib, dan Chairman JERA Hendrik Gordenker.
WGC sendiri merupakan event 3 tahunan yang diselenggarakan oleh negara yang memegang tampuk presidensi International Gas Union. Di Washington, acara ini merupakan konferensi ke-27 setelah tiga tahun lalu digelar di Paris, Prancis. WGC dihadiri oleh pemimpin berpengaruh bidang energi, pengusaha dari berbagai negara, maupun anggota senat dan kongres Amerika Serikat.
Selain menjadi pembicara kunci di Kunjungan ke AS ini juga dimanfaatkan Menteri Jonan dan delegasi Indonesia untuk menghadiri dialog antara menteri energi yang tergabung di APEC dengan CEO perusahaan LNG, pertemuan dengan US-Asean Bussiness Council, menghadiri CSIS-Pertamina Banyan Tree Leadership Forum, serta pertemuan dengan masyarakat Indonesia untuk menjelaskan perkembangan kinerja sektor minyak dan gas. (Albert Batlayeri)
"Indonesia baru saja sepakat mengembangkan lapangan gas besar di Selat Makassar yaitu Indonesia Deepwater Development (IDD) oleh Chevron dan Blok Masela oleh Inpex dan Shell. Prediksi (IEA) tersebut mungkin belum mempertimbangkan hadirnya dua proyek besar ini," tutur Jonan dalam diskusi bertajuk What Next for The Asia Pasific Gas Market tersebut.
Menurut rilis dari KemenESDM tersebut, Jonan menilai Proyek IDD Chevron dan pengembangan lapangan Abadi di Blok Masela adalah dua proyek gas raksasa yang masuk dalam proyek strategis nasional.
"Dari Blok Masela dan proyek laut dalam (IDD) di lapangan Gendalo dan Gehem, Selat Makasar, Indonesia bisa mendapat tambahan pasokan gas yang cukup besar," ujar dia.
Jonan menjelaskan permintaan gas di Asia akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi terutama di Cina, India, Korea Selatan, termasuk Indonesia. Bahkan untuk kawasan ASEAN diperkirakan pada periode 2017 - 2035, dari kapasitas daya tambahan yang diperkirakan akan mencapai 270 Giga Watt (GW), 49 GW diantaranya akan disuplai dari gas.
"Di Indonesia, gas telah mengambil peran penting, dimana porsi gas dalam bauran energi akan meningkat menjadi 22 persen pada tahun 2025 dan 24% pada 2050. Saat ini, sekitar 62 persen gas Indonesia digunakan untuk domestik dengan sektor listrik dan industri sebagai konsumen gas terbesar, selain digunakan sebagai bahan baku dalam industri pupuk, LNG domestik, lifting, gas kota dan transportasi," ungkap Menteri Jonan.
Menanggapi pertanyaan yang diutarakan moderator Nobuo Tanaka, yang juga merupakan Chairman The Sasakawa Peace Foundation dan mantan Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) terkait prediksi Indonesia menjadi importir gas mulai 2040, Menteri ESDM menyatakan bisa jadi hal tersebut benar, tetapi perlu dicatat bahwa Indonesia kini memiliki dua buah proyek gas andalan masa depan.
Walaupun kebutuhan gas domestik nantinya dapat terpenuhi dari produksi nasional, lebih lanjut Jonan menyampaikan, Pemerintah Indonesia bukanlah pemerintah yang anti impor gas. "Apabila produsen gas lokal tidak efisien dan memberikan harga yang mahal, maka pemerintah akan membuka keran impor," pungkasnya.
Selain Jonan, pembicara dalam forum ini antara lain Yalan Li, Chairperson of the Board of Directors Beijing Gas Group, Executive Vice President dan CEO Upstream PETRONAS Anuar Taib, dan Chairman JERA Hendrik Gordenker.
WGC sendiri merupakan event 3 tahunan yang diselenggarakan oleh negara yang memegang tampuk presidensi International Gas Union. Di Washington, acara ini merupakan konferensi ke-27 setelah tiga tahun lalu digelar di Paris, Prancis. WGC dihadiri oleh pemimpin berpengaruh bidang energi, pengusaha dari berbagai negara, maupun anggota senat dan kongres Amerika Serikat.
Selain menjadi pembicara kunci di Kunjungan ke AS ini juga dimanfaatkan Menteri Jonan dan delegasi Indonesia untuk menghadiri dialog antara menteri energi yang tergabung di APEC dengan CEO perusahaan LNG, pertemuan dengan US-Asean Bussiness Council, menghadiri CSIS-Pertamina Banyan Tree Leadership Forum, serta pertemuan dengan masyarakat Indonesia untuk menjelaskan perkembangan kinerja sektor minyak dan gas. (Albert Batlayeri)