Suhendra Ratu Prawiranegara Nilai Pembangunan Infrastruktur Jokowi Tak Efisien
Pada
Thursday, February 7, 2019
Edit
JAKARTA, LELEMUKU.COM – Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhendra Ratu Prawiranegara menilai pembangunan infrastruktur era Joko Widodo (Jokowi) tidak efisien. Pembangunan Light Rail Transit (LRT) Palembang adalah salah satu contoh. Menurutnya, pembangunan LRT Palembang justru membebani keuangan negara.
Hal itu disampaikan Suhendra dalam diskusi Rabu Biru ‘Tantangan Ekonomi dan Problematika Infrastruktur, Energi, Pangan dan Lingkungan’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (5/2).
“Sampai hari ini, pemasukan dari LRT Palembang tidak memenuhi target. Pemerintah harus keluarkan biaya 10 miliar perbulan untuk biaya operasional, sementara pemasukannya hanya 1 miliar. Ada gap 9 miliar yang harus disubsidi, dan ini mau sampai kapan?” kata Suhendra.
“Kalau dikaitkan dengan Asian Games, apa fungsi LRT Palembang ini? Karena yang prioritas adalah venue-venue untuk perlombaan. Tapi saat itu seolah-olah LRT yang menjadi projek utama yang mensukseskan Asean Games di Palembang,” imbuh Suhendra.
Di sisi lain, lanjut Suhendra, penugasan dari pemerintah untuk menggarap proyek infrastruktur yang terkesan ambisius dan kejar tayang ini membawa pilu bagi BUMN konstruksi. Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum 2005-2009 ini mencatat, setidaknya ada empat BUMN konstruksi yang saat ini terbebani utang lantaran menggarap proyek infrastruktur pemerintah.
“Ini adalah buntut kebijakan pemerintah yang tidak memperhitungkan dampak jangka panjang. Ini seolah-olah ‘anda selesaikan ini, pokoknya saya gak mau tau’, sehingga BUMN-BUMN ini berhutang dan menanggung risiko keuangannya,” kata Suhendra.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Politik Salamuddin Daeng mengatakan, proyek infrastruktur yang tidak efisien dan dibiayai utang menunjukkan betapa pemerintah membangun untuk kepentingan asing.
“Pembangunan infrastrutktur pemerintah ini modal dengkul. Ekonomi kita sebenarnya mengalami double defisit, secara makro tidak bisa saving, artinya kita tidak bisa bangun infrastruktur. Jadi ketika ada suatu kejadian pembangunan di negara ini maka itu mudah kita terjemahkan, itu bukan punya kita, itu hasil utang,” ucap Salamuddin. (BPN)
Hal itu disampaikan Suhendra dalam diskusi Rabu Biru ‘Tantangan Ekonomi dan Problematika Infrastruktur, Energi, Pangan dan Lingkungan’ di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Rabu (5/2).
“Sampai hari ini, pemasukan dari LRT Palembang tidak memenuhi target. Pemerintah harus keluarkan biaya 10 miliar perbulan untuk biaya operasional, sementara pemasukannya hanya 1 miliar. Ada gap 9 miliar yang harus disubsidi, dan ini mau sampai kapan?” kata Suhendra.
“Kalau dikaitkan dengan Asian Games, apa fungsi LRT Palembang ini? Karena yang prioritas adalah venue-venue untuk perlombaan. Tapi saat itu seolah-olah LRT yang menjadi projek utama yang mensukseskan Asean Games di Palembang,” imbuh Suhendra.
Di sisi lain, lanjut Suhendra, penugasan dari pemerintah untuk menggarap proyek infrastruktur yang terkesan ambisius dan kejar tayang ini membawa pilu bagi BUMN konstruksi. Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum 2005-2009 ini mencatat, setidaknya ada empat BUMN konstruksi yang saat ini terbebani utang lantaran menggarap proyek infrastruktur pemerintah.
“Ini adalah buntut kebijakan pemerintah yang tidak memperhitungkan dampak jangka panjang. Ini seolah-olah ‘anda selesaikan ini, pokoknya saya gak mau tau’, sehingga BUMN-BUMN ini berhutang dan menanggung risiko keuangannya,” kata Suhendra.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Politik Salamuddin Daeng mengatakan, proyek infrastruktur yang tidak efisien dan dibiayai utang menunjukkan betapa pemerintah membangun untuk kepentingan asing.
“Pembangunan infrastrutktur pemerintah ini modal dengkul. Ekonomi kita sebenarnya mengalami double defisit, secara makro tidak bisa saving, artinya kita tidak bisa bangun infrastruktur. Jadi ketika ada suatu kejadian pembangunan di negara ini maka itu mudah kita terjemahkan, itu bukan punya kita, itu hasil utang,” ucap Salamuddin. (BPN)