Li Keqiang Tak Sebut 'Made In China 2025' dalam Laporan Tahunan
Pada
Wednesday, March 13, 2019
Edit
BEIJING, LELEMUKU.COM - Untuk pertama kali dalam beberapa tahun terakhir, Laporan Kerja tahunan Pemerintah China, Perdana Menteri China Li Keqiang tidak menyebut "Made in China 2025", rencana ambisius negara itu untuk mencapai dominasi teknologi tinggi, sehingga membuat analis bertanya-tanya apakah China akan merombak total rencana itu atau tetap melakukannya secara diam-diam.
Made in China 2025 sangat bergantung pada subsidi pemerintah bagi perusahaan-perusahaan China dan kemampuan mereka memperoleh teknologi baru yang mencakup 10 sektor berbeda seperti mobil listrik, bio-medis yang terus berkembang, teknologi informasi masa depan, robotika canggih dan kecerdasan buatan.
Rencana itu adalah bagian dari kebijakan industri China yang lebih luas yang tertuang dalam rencana Lima Tahun ke-13, yang menjabarkan tujuan pemerintah dari tahun 2016 sampai 2020. Namun, rencana itu menimbulkan kekhawatiran, karena China menggunakan alih teknologi paksa dan target-target tertentu itu untuk merebut pangsa pasar sampai pada tahun 2025.
Rencana itu selama ini menjadi fokus diskusi antara Amerika dan perunding China. Amerika menuntut diakhirinya subsidi bagi perusahaan lokal dalam rencana itu. Amerika juga menginginkan China tidak lagi melakukan praktik-praktik perdagangan yang tidak adil, mencakup alih teknologi secara paksa dari perusahaan-perusahaan asing.
Sebagian besar teknologi yang digunakan di China dalam 10 sektor yang terdaftar tersebut berasal dari sumber asing. (VOA)
Made in China 2025 sangat bergantung pada subsidi pemerintah bagi perusahaan-perusahaan China dan kemampuan mereka memperoleh teknologi baru yang mencakup 10 sektor berbeda seperti mobil listrik, bio-medis yang terus berkembang, teknologi informasi masa depan, robotika canggih dan kecerdasan buatan.
Rencana itu adalah bagian dari kebijakan industri China yang lebih luas yang tertuang dalam rencana Lima Tahun ke-13, yang menjabarkan tujuan pemerintah dari tahun 2016 sampai 2020. Namun, rencana itu menimbulkan kekhawatiran, karena China menggunakan alih teknologi paksa dan target-target tertentu itu untuk merebut pangsa pasar sampai pada tahun 2025.
Rencana itu selama ini menjadi fokus diskusi antara Amerika dan perunding China. Amerika menuntut diakhirinya subsidi bagi perusahaan lokal dalam rencana itu. Amerika juga menginginkan China tidak lagi melakukan praktik-praktik perdagangan yang tidak adil, mencakup alih teknologi secara paksa dari perusahaan-perusahaan asing.
Sebagian besar teknologi yang digunakan di China dalam 10 sektor yang terdaftar tersebut berasal dari sumber asing. (VOA)