Anike Rawar Prihatin Perempuan dan Anak Jadi Korban Kerusuhan Wamena
Pada
Saturday, September 28, 2019
Edit
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Papua merasa prihatin dengan insiden kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dimana kaum perempuan dan anak pun ikut menjadi korban.
Hal ini disampaikan Kepala DPPPA Papua Anike Rawar di Jayapura, Kamis (26/09/2019) petang.
“Saya sebagai Kepala DPPPA Papua sangat menyayangkan dan prihatin dengan kejadian yang terjadi di Kota Jayapura, lebih khusus di Kabupaten Jayawijaya. Yang mana yang banyak korban adalah perempuan dan anak.”
“Perempuan dan anak ini mendapat tindak kekerasan dan hal ini membuat saya sebagai kepala dinas merasa rasa sedih hingga ingin menangis. Padahal anak-anak ini yang nanti jadi generasi di masa mendatang,” terang dia.
Anike berharap tak ada kerusuhan serupa yang berpotensi menimbulkan kerusuhan dan konflik. Sebab yang bakal menjadi korban adalah perempuan dan anak.
“Setiap kerusuhan akan berdampak pada perempuan dan anak. Karena itu, saya mohon kepada semua yang ada di tanah ini, jagalah provinsi kita. Ciptakan keamanan dan kedamaian, sehingga anak-anak bisa bersekolah secara baik, untuk kemudian jadi generasi penerus di Papua,” harapnya.
Sebelumnya, sebanyak lima ribu warga Wamena, Kabupaten Jayawijaya dipastikan menempati sejumlah posko pengungsian pasca kerusuhan yang terjadi, Senin (23/9/2019) lalu.
Posko pengungsian berada di sejumlah titik, seperti Makodim, Mapolres, Kantor DPRD dan Aula Gereja.
Saat ini para pengungsi sangat membutuhkan bantuan pakaian terutama pakaian wanita dan anak anak.
Sebagian besar para pengungsi tidak sempat menyelamatkan harta benda mereka yang dibakar sekelompok massa saat kerusuhan terjadi. Mereka pun melarikan diri dengan hanya memakai pakaian di badan.
Selain pakaian, pengungsi juga membutuhkan perlengkapan bayi juga makanan bayi, perlengkapan mandi dan juga perlengkapan kebutuhan khusus bagi wanita.
Sementara itu, sampai Kamis pagi ini, banyak warga pengungsi terutama laki laki yang telah kembali ke rumah mereka untuk membuka usaha warung atau toko, khususnya di pusat kota Wamena. Sementara warga yang tinggal di pinggiran kota memilih tetap berada di pengungsian. (DiskominfoPapua)
Hal ini disampaikan Kepala DPPPA Papua Anike Rawar di Jayapura, Kamis (26/09/2019) petang.
“Saya sebagai Kepala DPPPA Papua sangat menyayangkan dan prihatin dengan kejadian yang terjadi di Kota Jayapura, lebih khusus di Kabupaten Jayawijaya. Yang mana yang banyak korban adalah perempuan dan anak.”
“Perempuan dan anak ini mendapat tindak kekerasan dan hal ini membuat saya sebagai kepala dinas merasa rasa sedih hingga ingin menangis. Padahal anak-anak ini yang nanti jadi generasi di masa mendatang,” terang dia.
Anike berharap tak ada kerusuhan serupa yang berpotensi menimbulkan kerusuhan dan konflik. Sebab yang bakal menjadi korban adalah perempuan dan anak.
“Setiap kerusuhan akan berdampak pada perempuan dan anak. Karena itu, saya mohon kepada semua yang ada di tanah ini, jagalah provinsi kita. Ciptakan keamanan dan kedamaian, sehingga anak-anak bisa bersekolah secara baik, untuk kemudian jadi generasi penerus di Papua,” harapnya.
Sebelumnya, sebanyak lima ribu warga Wamena, Kabupaten Jayawijaya dipastikan menempati sejumlah posko pengungsian pasca kerusuhan yang terjadi, Senin (23/9/2019) lalu.
Posko pengungsian berada di sejumlah titik, seperti Makodim, Mapolres, Kantor DPRD dan Aula Gereja.
Saat ini para pengungsi sangat membutuhkan bantuan pakaian terutama pakaian wanita dan anak anak.
Sebagian besar para pengungsi tidak sempat menyelamatkan harta benda mereka yang dibakar sekelompok massa saat kerusuhan terjadi. Mereka pun melarikan diri dengan hanya memakai pakaian di badan.
Selain pakaian, pengungsi juga membutuhkan perlengkapan bayi juga makanan bayi, perlengkapan mandi dan juga perlengkapan kebutuhan khusus bagi wanita.
Sementara itu, sampai Kamis pagi ini, banyak warga pengungsi terutama laki laki yang telah kembali ke rumah mereka untuk membuka usaha warung atau toko, khususnya di pusat kota Wamena. Sementara warga yang tinggal di pinggiran kota memilih tetap berada di pengungsian. (DiskominfoPapua)