Barnabas Orno dan Nono Sampono Bahas Sejumlah Persoalan di Maluku
AMBON, LELEMUKU.COM – Pemerintah Provinsi Maluku diwakili Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno dan Anggota DPD RI Nono Sampono, membahas sejumlah persoalan di Maluku.
Pembahasan terkait masalah geografis, pemekaran hingga Dana Desa ini berlangsung di lantai 2 Kantor Gubernur Maluku, Selasa (10/3/2020).
Dalam pertemuan itu, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno menyampaikan beberapa masukan kepada kepada Wakil Ketua DPD Nono Sampono. Pertama, menyangkut letak geografis.
Kata Wagub, secara geografis bagian tengah Maluku mayoritas didominasi perairan laut. Sehingga Maluku bukanlah kawasan kontinental. Bila pembangunan hanya dilakukan di Kota Ambon, maka hal itu tidaklah cukup bila tidak dirancang strategi pembangunannya.
Wagub juga menyentil soal DD. Kenapa banyak desa yang tertinggal, karena kebanyakan desa itu dipegang oleh pejabat desa.
“Mestinya ada Pergub sebagai aturan valid untuk mengorganisir aturan penyelesaian masalah ini,” katanya.
Orno, kemudian berbicara menyangku pemekaran. Dia mengaku, saat menjadi calon Wagub Maluku, dirinya mempunyai proyeksi, bila Maluku harus terbagi menjadi empat provinsi. Tujuannya agar menjadi satu kawasan regional tersendiri dan terlepas dari Kota Makassar tanpa harus Provinsi Maluku Utara.
Menurut Orno, Maluku ini mesti menjadi empat provinsi. Kawasan seperti di Pulau Seram seperti Kota Masohi, mulai dari Teluk Elpaputih hingga di Timur Laut. Kemudian Seram Utara, Bula, SBT dan SBB, kawasan di kabupaten ini harus menjadi satu provinsi.
Sementara Kota Ambon, Lease, Jazirah, Buru, Bursel, Banda menjadi satu provinsi. Kemudian, Aru, Aru perbatasan, Kei Besar/Kecil, Tual, Maluku Tenggara dan Kota Dobo menjadi satu provinsi. Kemudian MTB, Kota Larat, Tiakur Kepulauan, Pulau Babar dan Kisar menjadi satu.
“Bila daerah ini mekar, Maluku akan maju. DPD RI sebagai perwakilan daerah harus perjuangkan persoalan daerah di Pemerintah Pusat. Paling tidak, dua provinsi dimekarkan terlebih dahulu agar Maluku tidak tertinggal,” pintanya.
Wakil Ketua DPD RI Dapil Maluku Nono Sampono mengatakan, pihkanya juga telah membahas masalah tol laut, yang dinilai kurang efektif. Sebab, pemerintah hanya menerapkan satu jalur ke arah timur Indonesia.
Untuk itu, dirinya telah bertemu dengan Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi di Jakarta beberapa waktu lalu dan mengusulkan agal penerapan tol laut ini dapat dikoreksi lagi.
“Dari Jawa Timur, Surabaya, rutenya bercabang seperti katapel. Bila hal ini terjadi maka kasihan masyarakat yang bermukim di kawasan selatan. Saya tadi sudah membahas ini dengan Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno. Karena Selatan ini potensinya besar,” katanya.
Menurut dia, tol laut hendaknya memiliki dua cabang yakni rute dari Surabaya, Makassar, Ambon hingga ke Kota Sorong di Papua. Sementara rute selatan melintasi Kota Kupang NTT hingga Merauke. Luasnya laut kawasan di rute ini, menjadi dasar penerapan rute selatan dilakukan.
“Porosnya terbuka disitu. Inilah yang perlu dikoreksi. Sehingga pelabuhan kecil (lokal) akan menerima dampaknya dari rute ini. Mengapa, karena rencana besar kedepan Kota Merauke akan mekar menjadi provinsi,” ujar Sampono.
Sebab, lanjut dia, akan ada dua tambahan atau pemekaran provinsi baru disana (Papua). Kawasan perbatasan yang hanya satu provinsi ditangani, akan ditambah dua provinsi menjadi tiga. Di Kalimantan juga dilakukan hal yang sama. Di era Orde Baru, sejuta hektar lahan persawahan di garap di Kalimantan. Tidak menghasilkan karena tidak cocok.
“Yang paling cocok itu di Merauke. Sementara Aru, rencana nasional Menteri Pertanian, ingin membuat kebun Tebu disana. Kemudian, bila Gas Masela sudah dikelola maka kita tidak perlu lagi minta ke Palembang dan lainnya, tidak perlu. Sebab, potensi sumber daya di Maluku sangat banyak. Potensi ini tersebar dari Tual, Aru, Saumlaki hingga Kabupaten MBD,” ujar Nono.
Mengenai Dana Desa (DD), lanjut dia, ada yang mengganjal. Masuknya kepentingan politik di tingkat daerah menyebabkan pengelolaan DD kurang maksimal. Harusnya seluruh desa di Maluku mengembangkan potensi alam melalui DD. Anggaran ini sebaiknya di manfaatkan sebaiknya untuk membangun desa sekaligus untuk menjawab persoalan kemiskinan.
“Bila pengelolaan DD berjalan baik, bayangkan sekian desa itu dipimpin pejabat semua. Jadi ada kepentingan politik yang masuk. Akhirnya kita rugi. Ini mau diselesaikan,” lanjut Nono. (HumasMaluku)