-->

Indonesian Youth Updates Ajak Para Perempuan Terus Berperan di Politik, Bisnis dan Masyarakat

JAKARTA, LELEMUKU.COM – Indonesian Youth Updates (IYU) mengadakan seminar daring atau webinar yang melibatkan diplomat senior, politisi muda, entrepreneur dan peneliti senior ahli di bidangnya masing-masing dengan tema ‘Soft Power And Diplomacy: The Leadership Of Women In Politics, Bussiness And Society’ yang mempertegas tentang peranan perempuan dengan pendekatan inklusivitas pada Pada Senin (29/06/2020).

Selaku Keynote Speaker dalam webinar tersebut adalah Duta Besar dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia (RI) untuk Polandia, Siti Nugraha Mauludiah dan Staf Khusus Milenial Presiden, CEO & Founder Creative Preneur, Putri Indahsari Tanjung.

Pembicara muda inspiratif yang miliki kredibilitas, kapabilitas dan track record self skill yang mumpuni, diantaranya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2019-2024, Hillary Brigitta Lasut, SH, L. LM dan Puteri Anneta Komarudin, B.Com, Ketua Delegasi Indonesia G20 (W20) dan Penulis Buku Motivasi Politik ‘Kalbu Indonesia’ dan “G20 The Golden Treasure Dr. Jessica Natalie Widjaja, Peneliti Senior CSIS Veronika S Saraswati serta Miss Asia Internasional 2018 dan Founder Womenpedi Marsya Gusman.

Webinar yang diawali pada pukul 19.00 WIB itu diikuti oleh kurang lebih 100 peserta atau partisipan dari kalangan diplomat, pemerintah, peneliti, dosen dan mahasiswa. Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Polandia, Siti Nugraha Mauludiah mengajak para wanita menjadi kaum lelaki sebagai mitra yang saling mendukung untuk menjadikan isu gender sebagai isu bersama.

“Dalam memajukan isu kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan harus merapatkan barisan dengan pria, bukan berhadapan,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Presiden dan Founder IYU, Frangky Darwin Oratmangun menjelasakan bahwa Indonesia pun memiliki banyak perempuan kuat yang menduduki posisi strategis di dalam pemerintahan hingga dunia swasta.

“Indonesia telah banyak memiliki perempuan kuat yang menduduki posisi strategis di dalam pemerintahan termasuk beberapa menteri, gubernur, walikota, bupati, lurah atau kades dan sebagian besar lagi menduduki jabatan profesional sebagai Dewan Executive pada perusahaan swasta ataupun perusahaan berpelat merah milik pemerintah,” pungkas Oratmangun.

Indonesia bahkan pernah memiliki presiden perempuan, sehingga menjadi contoh bagi dunia bagaimana perempuan bisa sejajar dengan laki-laki di negara berpenduduk yang plural dan majemuk dalam harmoni kebhinekaan.

“Indonesia memperjuangkan kesetaraan gender, bukan pengarusutamaan perempuan untuk lebih kuat dibandingkan laki-laki. Hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah partnership dan saling kooperatif. Kesetaraan tidak dapat dicapai hanya oleh perempuan melainkan juga dengan supportivitas laki-laki melalui pendekatan inklusivitas,” tegas Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem Hillary Brigitta Lasut.

Kemudian menurut Puteri Komarudin yang merupakan anggota DPR RI dari Fraksi Golkar bahwa pemerintah Indonesia kian mendorong keterwakilan dan pemberdayaan perempuan di segala sektor.

“Pemerintah Indonesia juga terus mendorong keterwakilan dan pemberdayaan perempuan beberapa diantaranya dengan adanya kuota 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota parlemen dan adanya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan juga berkomitmen memenuhi target MDGs dan SDGs yang salah satu targetnya adalah kesetaraan gender yang sementara dirumuskan draft usulan undang-undang kesetaraan dan keadilan gender,” jelas Puteri.

Langkah praktis dan strategis untuk menciptakan dan mewujudkan peraturan perundang-undangan yang materi muatannya sensitif dan responsif gender sangat penting agar segala persoalan serta aspirasi masyarakat dapat diwadahi dalam bentuk pengaturan yang juga responsif gender.

Dengan demikian, harapan adanya peraturan perundang-undangan yang bukan hanya saja dapat dijadikan sebagai alat untuk menciptakan kesejahteraan, tetapi juga dapat mewujudkan keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat, yang di dalamnya adalah masyarakat laki-laki dan perempuan.

“Perwujudan keadilan dan kesetaraan gender sebagai asas dalam pemenuhan hak asasi perempuan, hanya dapat tercapai bila pengetahuan mengenai konstruksi sosial gender, pengalaman ketubuhan perempuan, sudut pandang, kebutuhan, dan kepentingan perempuan terintergrasi dalam keseluruhan tatanan pengetahuan,” harap Jessica Natalie Widjaja.

Selanjutnya, perdebatan mengenai stereotip atau pelabelan negative, subordinasi, peminggiran atau marjinalisasi, beban majemuk, dan kekerasan berbasis gender, sering digaungkan dalam setiap ruang diskursus publik. Namun, banyak interpretasi terkait isu ini yang secara realitas sosial masih mendiskreditkan kaum perempuan hingga saat ini.

Menanggapi hal itu Veronika Saraswati mengatakan keadilan gender merefleksikan budaya patriarki yang menempatkan kedudukan tertinggi pada laki-laki yang dianggap masih kuat di masyarakat dan dilanggengkan melalui nilai-nilai, praktik budaya, system sosial dan bentuk lainnya seperti penafsiran agama yang bias gender, terinternalisasi dalam pikiran dan praktik hidup anggota masyarakat.

“Saya berharap negara sebagai aktor utama yang memegang kewajiban dan tanggung jawab atau duty holders pemenuhan hak asasi perempuan, penting untuk merumuskan hukum dan kebijakan yang memastikan pelaksanaan pemenuhan hak asasi perempuan Indonesia sesuai dengan konteks sosial dan kebutuhan yang diharapkan mereka,” harapnya. (IYU)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel