Tirta Mandira Hudhi Nilai Denda Rp50 Juta ke Rizieq Shihab Jadi Bentuk Pembenaran Pemprov DKI
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Dokter Tirta Mandira Hudhi menilai denda Rp50 juta kepada Rizieq Shihab merupakan solusi jangka pendek sehubungan dengan penanganan Covid-19. Menurut dia, keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta menjatuhkan denda itu hanya bentuk pembenaran.
"Denda merupakan solusi short time, dan pembenaran. 'Tidak apa-apa langgar, kan ada duit'," kata dia dalam pesan teksnya, Senin, 16 November 2020.
Pria yang dikenal sebagai Dokter Tirta sebelumnya mengkritik perhelatan acara resepsi pernikahan anak Rizieq Shihab dan penyelenggaraan Maulid Nabi di Markas FPI Petamburan, Jakarta Pusat, pada Sabtu malam, 14 November 2020 yang memunculkan kerumunan massa.
Sebagian besar kerumunan massa itu melanggar protokol kesehatan karena tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak.
Akibat pelanggaran protokol yang dilakukan para peserta acara Maulid Nabi di sekitar markas FPI Petamburan itu, Rizieq Shihab dijatuhi sanksi denda Rp 50 juta.
Ia menilai pemerintah tebang pilih dalam menerapkan kebijakan selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB Transisi.
"Di Jakarta masih PSBB Transisi, tapi kegiatan kerumunannya sangat banyak. Saya ada pertanyaan dan penyataan. Kalau ini standar ganda ayo buka," kata Tirta dalam video yang dibagikan di akun Instagramnya @dr.tirta.
Ia mempertanyakan langkah pemerintah yang membiarkan kerumunan saat acara akad nikah anak dari Rizieq yang mengundang puluhan ribu orang. Bahkan pemerintah juga memberikan 20 ribu masker.
"Saya tidak menyoal soal pernikahan. Karena diajukan. Semua warga nanti jadi boleh pernikahan kalau gitu."
Berkaca pada kebijakan sebelumnya, penyelenggara pernikahan sulit untuk mengadakan kegiatan hingga mereka sulit untuk makan selama pandemi Covid-19 ini. Namun, ketika seorang tokoh seperti Rizieq yang mengajukan izin pernikahan diberi keistimewaan.
Menurut dia, Rizieq memang mempunyai hak mengajukan permohonan izin pernikahan anaknya. Namun tidak boleh melanggar protokol kesehatan dengan menciptakan kerumunan orang yang berpotensi menyebabkan penularan Covid-19.
"Sekarang ini bagaimana konsistensi dari satgas Covid-19 DKI, Gubernur DKI, BNPB," ujarnya. Sebelumnya jika ada kerumunan, pemerintah berani membubarkan. Namun kerumunan orang saat menyambut Rizieq pulang kampung hingga Maulid Nabi tidak berani dibubarkan.
"Jika ada tokoh publik yang massanya banyak kalian takut," ujarnya. Tirta merasa upayanya terus mengkampanyekan protokol kesehatan 3M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, ke berbagai kota seakan sia-sia.
"Saya relawan delapan bulan. Saya bertemu anak cuma tiga kali. ini anak saya saksinya nih. Saksi hidup bahwa ketemu bapaknya dalam delapan bulan cuma tiga kali. Untuk edukasi," ujarnya.
Tirta lalu menambahkan, "Marah jelas bos. Kecewa jelas, kawan saya nakes banyak yang gugur, berjatuhan bos. Mereka ini wafat bro karena menangani Covid-19."
Dokter Tirta berujar, pemerintah seharusnya mencontoh negara lain yang tidak menjatuhkan sanksi berupa denda, tapi hukuman. Menurut dia, India, Jepang, Hongkong, dan Taiwan menjatuhkan sanksi hukuman yang mendorong warga mengubah perilakunya.
Selain menyoroti kerumunan massa di rumah Rizieq Shihab, Dokter Tirta mengkritik kepatuhan menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang menurun. Selain itu, dia menyinggung data pasien Covid-19 di Indonesia yang tak diperbarui secara nyata atau real time.
"Denda tidak diiringi 3T dan 3M yang bagus. Terkesan tebang pilih," ucap relawan Covid-19 ini. (Tempo)